Minggu, 20 Januari 2008

Liga Arab Sosialisaikan Tim Damai Palestiana - Israel

PENDAHULUAN

Sidang komite tingkat menteri luar negeri Liga Arab memutuskan membentuk dua tim yang bertugas menyosialisasikan inisiatif damai Arab tahun 2002. Tim sosialisasi pertama terdiri dari Mesir dan Jordania yang bertugas melobi Israel soal inisiatif damai Arab tersebut. Tim kedua bertugas melobi masyarakat internasional. Tim ini terdiri dari Jordania, Arab Saudi, Suriah, Palestina, Qatar, Lebanon, Mesir, Maroko dan Sekjen Liga Arab Amr Moussa.
Komite tingkat menteri luar negeri yang terdiri dari 13 negara itu dibentuk dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Riyadh akhir bulan maret tahun 2007. KTT Arab tersebut merekomendasikan untuk menghidupkan kembali inisiatif damai Arab yang disahkan pada KTT Arab di Beirut tahun 2002. Ke-13 negara Arab itu adalah Arab Saudi, Mesir, Palestina, Suriah, Bahrain, Yaman, Sudan, Maroko, Aljazair, Tunisia, Lebanon, Jordania, dan Qatar. Inisiatif damai Arab itu menawarkan perdamaian dan hubungan diplomatik kolektif dunia Arab dan Israel, dengan imbalan Israel mundur dari tanah Arab tahun 1967, berdirinya negara Palestina dengan ibukota Jerusalem Timur dan penyelesaian adil atas isu pengungsi Palestina.
Komite tersebut menugaskan Mesir dan Jordania–sebagai dua negara Arab yang punya hubungan diplomatik dengan Israel–untuk berusaha membuka kontak langsung dengan Israel sesuai dengan butir 2 dari rekomendasi KTT Arab di Riyadh. Butir 2 tersebut menyerukan rakyat dan pemerintah Israel menerima inisiatif Arab dan menggunakan kesempatan untuk memulai perundingan langsung.
Sidang Liga Arab tersebut berjanji memperluas keanggotaan tim dari negara Arab yang berhubungan langsung dengan Israel untuk membahas proses perdamaian, dengan imbalan Israel mencabut boikot atas Palestina, membekukan pembangunan pemukiman Yahudi dan tembok pemisah serta penggalian di komplek Masjid Al Aqsa, dan mengembalikan situasi pada keadaan sebelum 28 September 2000 yakni sebelum meletusnya intifadah Al Aqsa.
Menlu Arab Saudi, Pangeran Suud Al Faisal bersama Sekjen Liga Arab Amr Moussa menyerukan agar digelar konferensi internasional untuk menggerakkan kembali proses perdamaian menyeluruh. Menlu Arab Saudi membantah isu adanya kontak antara pejabat Arab Saudi dengan pejabat Israel. Menurut dia, jalan cepat dan jelas untuk membuka hubungan diplomatik dengan dunia Arab adalah kesediaan Israel menerima inisiatif damai Arab dengan mundur dari semua tanah Arab sebelum tahun 1967, penyelesaian kota Jerusalem dan pengungsi Palestina.
Mesir dan Liga Arab juga membantah bahwa tim sosialisasi itu akan merundingkan dengan Israel soal detail inisiatif damai Arab tersebut. Seorang pejabat Liga Arab mengatakan, tugas tim sosialisasi bukan berunding tetapi hanya menjelaskan inisiatif damai itu serta menanggapi jika ada evaluasi, pertanyaan atau penafsiran dari pihak Israel.
Menurut Mesir dan Liga Arab, perundingan detail inisiatif damai Arab diserahkan kepada negara Arab terkait seperti Suriah, Palestina dan Lebanon. Menlu Mesir Ahmed Aboul Gheit menyerukan agar Israel menggunakan kesempatan dan membangun rasa saling percaya dengan dunia Arab. Aboul Gheit menjelaskan tugas Mesir dan Jordania bukan berunding tetapi hanya melobi, mendorong, dan membujuk Israel agar bersedia melunakkan sikap dengan menerima inisiatif damai Arab. Menurutnya, pihak yang bisa berhubungan dengan Israel saat ini dalam konteks sosialisasi inisiatif damai Arab hanya Mesir dan Jordania. Ia mengungkapkan lebih jauh, dunia Arab memiliki kebutuhan mendesak, dimana jika Israel bisa memenuhi kebutuhan tersebut maka akan terjadi kontak lebih luas antara Israel dan dunia Arab.
Kebutuhan mendesak itu adalah Israel harus kembali pada situasi sebelum 28 September 2000, sebelum meletusnya intifadah, seperti membekukan pembangunan pemisah, menghapus pos-pos pemeriksaan militer di Tepi Barat, membebaskan tahanan Palestina, serta mencabut boikot atas Pemerintah Palestina.
Sekjen Liga Arab Amr Moussa juga menyatakan tidak ada kontak dengan antara Israel dan negara Arab secara lebih luas sebelum Israel mengubah perilakunya di tanah Palestina dengan mencabut boikot atas Palestina, membekukan pembangunan pemukiman Yahudi dan tembok pemisah, serta penggalian di kompleks Masjid Al Aqsa. Ia juga menegaskan, tidak ada hubungan diplomatik Israel dan dunia Arab sebelum Israel melaksanakan butir-butir dalam inisiatif damai Arab.
Untuk menindaklanjuti hasil KTT tersebut pada akhir bulan Juli 2007 Menlu Mesir Ahmed Aboul Gheit dan Menlu Yordania,AbdulIlah Khatib Liga Arab melangsungkan kunjungan bersejarah ke Israel. Para menteri itu berkunjung ke Israel untuk kali pertama sejak 22 tahun berdirinya organisasi ini. Usulan Liga Arab mengenai tawaran pengakuan penuh bagi Tel Aviv.Tawaran ini ditukar dengan penarikan mundur Israel dari wilayah yang dicaplok pada Perang Enam Hari 1967. ”Kami menawarkan perdamaian atas nama seluruh kawasan dan kami harap kita dapat menciptakan momentum yang dibutuhkan untuk melanjutkan negosiasi yang produktif dan bermanfaat antara Israel, Palestina, dan seluruh negara Arab,” kata Menteri Luar Negeri Yordania,AbdulIlah Khatib.
Menlu Mesir Ahmed Aboul Gheit pun mendesak Israel untuk mempertimbangkan usulan dari Liga Arab ini secara serius. ”Kami berharap respons positif dari Israel,”katanya. Mesir dan Yordania merupakan dua negara Arab yang telah mencapai kesepakatan damai dengan Israel. Delegasi kedua negara pernah berkunjung ke Israel, namun baru kali ini mereka datang atas nama Liga Arab. ”Di masa lalu, Liga Arab menolak berdialog, normalisasi, dan berhubungan dengan Israel. Ini merupakan kali pertama Liga Arab mengirimkan delegasi ke Israel,” kata Mark Regev,jubir Kementerian Luar Negeri Israel.
Liga Arab menugaskan delegasi dari Yordania dan Mesir tersebut untuk menegosiasikan kembali usulan perdamaian. Pada 2002,Israel menolak usulan serupa dari Arab Saudi. Namun, Maret lalu, Israel melunak atas tawaran serupa karena khawatir akan berkembangnya pengaruh Iran. Israel akhirnya menyambut baik usulan Arab itu dan menganggap layak untuk dinegosiasikan. Namun, Israel masih belum sepakat pada beberapa aspek tertentu. Tel Aib, misalnya, menolak mundur dari wilayah pendudukan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Israel juga keberatan dengan usulan pengembalian warga Palestina yang menjadi pengungsi pada 1948 dalam perang Timur Tengah beserta keturunannya. Israel mengungkapkan, pengembalian mereka semua akan menghancurkan karakter Negeri Yahudi tersebut.
Namun, Perdana Menteri Israel Ehud Olmert melihat ada poin-poin positif dalam inisiatif damai Arab tersebut. ”Israel akan menggunakan kunjungan Liga Arab hari ini untuk merespons dan mengutarakan posisi kami sebagai landasan bagi kelangsungan dialog di masa depan,” kata Jubir PM Olmert Miri Eisin. Utusan Liga Arab tiba di Israel setelah Tony Blair menyelesaikan rangkaian kunjungan perdananya sebagai utusan khusus Kuartet Timur Tengah. Mantan perdana menteri Inggris tersebut optimistis mengenai kemungkinan kemajuan negosiasi perdamaian di Timur Tengah.
Negara-negara Arab moderat dan Barat telah mendesak kelanjutan perundingan damai Palestina-Israel sejak Hamas menguasai Jalur Gaza. Akibatnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas membubarkan pemerintahan Hamas dan membentuk pemerintahan baru yang didukung Barat. Amerika Serikat (AS) dan Israel mendorong agar perundingan damai ini juga melibatkan lebih banyak partisipasi dari negara-negara Arab lain. Namun, Arab Saudi dan beberapa negara Arab yang tidak memiliki hubungan formal dengan Israel menolak berpartisipasi. AS mendesak PM Olmert menunjukkan kemajuan serius dalam negosiasi mengenai masalah perbatasan dengan Presiden Abbas. Pejabat Israel mengatakan, PM Olmert siap berunding mengenai isu-isu penting, termasuk soal perbatasan.

ANALISIS PEMBAHASAN

Liga Arab merupakan suatu organisasi yang terbentuk di wilayah Timur Tengah yang anggotanya terdiri dari negara-negara Arab di kawasan itu. 22 Maret 1945, Liga Arab didirikan atas proposal Raja Faruk dari Mesir. Organisasi ini berdiri dengan penandatanganan perjanjian antara Mesir, Suriah, Irak, Yaman, dan Arab Saudi yang dilaksanakan di kota Kairo Mesir. Tujuan didirikannya Liga Arab adalah untuk melindungi wilayah dan kemerdekaan negara-negara Arab dan mempererat kerjasama ekonomi dan budaya. Pada tahun 1962, dalam sebuah KTT, para kepala negara Liga Arab menandatangani perjanjian untuk mendirikan komando militer bersama. Namun, komando militer bersama ini pada prakteknya sama sekali tidak berfungsi dan tidak memberikan bantuan apapun kepada negara-negara Arab yang maju dalam perang melawan Zionis.
Seperti telah kita ketahui bersama, konflik yang terjadi antara Israel dan negara Arab khususnya negara Palestina telah berlangsung sejak lama. Israel dikelilingi oleh tiga negara Arab dan negara-negara tersebut tidak mau melakukan hubungan perdagangan dengan Israel. Negara-negara Arab melakukan boikot terhadap Israel dan karena kebanyakan negara Arab tergabung dalam OPEC boikot yang dilakukan tersebut merugikan secara finansial.
Perselisihan antara Israel dan Palestina yang berkepanjangan disebabkan karena perebutan tanah/wilayah. Kedua belah pihak merasa paling berhak untuk memiliki wilayah tersebut sehingga sering terjadi perang perebutan wilayah antara militer Israel dan Palestina. Pihak yang paling dirugikan dalam perang perebutan wilayah ini adalah masyarakat sipil Palestina. Banyak warga sipil Palestina yang terbunuh sia-sia karena serangan yang di lancarkan Israel ke pemukiman Palestina.
Tak hanya itu, Israel juga membangun tembok yang memisahkan antara wilayah dudukan Israel dan wilayah Palestina. Banyak daerah milik Palestina diduduki secara paksa oleh pemerintah/militer Israel. Masjid Al Aqsa yang merupakan milik warga Muslim Palestina diduduki secara paksa dan pemerintah Israel berniat untuk menghancurkannya. Warga Palestina sangat dirugikan disini karena pemerintah Israel berniat untuk merebut tanah resmi mereka. Sebelumnya pemerintah Palestinalah yang berkuasa di wilayah tersebut jadi untuk melindungi diri mereka dari serangan-serangan Israel yang dilancarkan Israel mereka mengungsi ke daerah-daerah yang aman di sekitar Palestina.
Melihat sengketa ini dunia internasional tidak tinggal diam. Organisasi internasional dan negara-negara tetangga ikut membantu penyelesaian konflik ini. PBB dan Amerika Serikat merupakan salah satu organisasi internasional dan negara yang pernah membantu perdamaian Timur Tengah ini. Namun, kedua penyelesaian yang diusulkan oleh PBB dan Amerika Serikat lebih memihak kepada Israel sehingga perdamaian pun belum dapat diwujudkan karena pihak Palestina tidak menerima usulan perdamaian tersebut.
Organisasi internasional lain yang tergugah untuk menyelesaian perselisihan ini adalah Liga Arab. Karena adanya persamaan bangsa, negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab merasa ikut merasakan penderitaan warga Palestina. Mereka berinisiatif untuk mengadakan perdamaian Arab. Perdamaian ini ditujukan kepada Israel dan negara-negara Arab yang mempunyai konflik dengan Israel khususnya negara Palestina. Liga Arab menawarkan perdamaian di wilayah Timur Tengah dengan pengakuan penuh terhadap Tel Aviv dan terjalinnya hubungan diplomatik serta perdagangan dengan negara Arab. Sebagai imbalannya, Israel harus bersedia menarik semua pasukannya dari wilayah yang dicaplok pada Perang Enam Hari 1967. Selain itu, Israel juga harus mencabut boikot atas Palestina, membekukan pembangunan pemukiman Yahudi dan tembok pemisah serta penggalian di komplek Masjid Al Aqsa, dan mengembalikan situasi pada keadaan sebelum 28 September 2000 yakni sebelum meletusnya intifadah Al Aqsa.
Tawaran yang dilakukan oleh Liga Arab agaknya telah memnuhi syarat perundingan yaitu tidak memihak pada salah satu pihak. Penarikan pasukan Israel tidak akan merugikan Israel karena dalam hal ini militer Israel merebut wilayah yang merupakan hak dari pemerintah dan warga Palestina. Di zaman modern ini pengambilan tanah secara paksa (intervensi) tidak lagi diperbolehkan karena setiap negara berhak untuk menggunakan dan memanfaatkan wilayahnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Israel harus mengembalikan semua wilayah caplokannya kepada pihak Palestina supaya konflik yang telah lama berlangsung ini cepat terselesaikan dan kedamaian di Timur Tengah dapat terwujud. Dengan demikian hubungan perdagangan dan diplomatik yang selama ini membeku dapat mencair dan tercipta hubungan yang baik antara kedua belah pihak (antara Israel dan negara-negara Arab).

KESIMPULAN

Perselisihan merupakan bagian kehidupan manusia. Perselisihan tidak dapat dihindari apabila kedua belah pihak tidak mau mengalah dan salah satu pihak ada yang memaksa pihak lain. Jalan terbaik untuk menyelesaikan perselisihan apabila perselisihan itu makin besar adalah dengan bantuan organisasi internasional yang tentunya punya pengalaman dan bergerak di bidang yang sesuai dengan masalah yang mengakibatkan perselisihan itu.
Sebagai organisasi yang bertugas untuk membantu penyelesaian masalah antara kedua belah pihak dalam hal ini negara harus bersifat netral atau tidak memihak ke salah satu negara. Organisasi internasional tersebut harus mengutamakan kepentingan warga sipil karena warga sipil tidak mempunyai kekuatan untuk melindungi dirinya atau bisa dikatakan warga sipil merupakan pihak yang paling lemah dalam konflik ini.
Ketika melakukan perudingan, kedua belah pihak harus dapat berpikir dengan kepala dingin mengenai perjanjian-perjanjian yang akan dilakukan. Kedua pihak tidak boleh mementingkan kepentingannya sendiri. Tidak ada pihak yang diuntungkan dan tidak ada pihak yang dirugikan. Kedua pihak harus diuntungkan secara bersama-sama. Setelah perjanjian disetujui dan ditandatangani, hendaknya ditaati oleh semua pihak sehingga perundingan yang telah dilaksanakan tidak sia-sia dan cita-cita/harapan yang diinginkan dapat diwujudkan.
Poin-poin inilah yang seharusnya dapat diperankan oleh Israel dan Palestina sebagai pihak yang bersengketa dan Liga Arab sebagao mediator dalam penyelesaian masalah ini. Kunjungan Liga Arab itu bagian dari kegiatan diplomatik yang meningkat dengan tujuan menghidupkan kembali proses perdamaian Timur Tengah yang hampir mati. Kunjungan itu secara tersirat menandakan perdamaian masih mungkin jika kekuatan-kekuatan moderat bekerjasama.

1 komentar:

Teruna Bagus mengatakan...

bagus sekali isinya mbak. apa yang telah terjadi di Palestina dan di negara-negara lain yang selalu diliputi pertikaian/konflik yang berkepanjangan haruslah mulai berpikir untuk lebih mengedepankan perdamaian. Sungguh damai sekali rasanya hidup ini apabila tidak ada perang.